FALSAFAH PANCASILA

Pengertian Filsafat
Sebelum dibahas pengertian filsafat secara material maka dipandang perlu untuk membahas terlebih dahulu makna dan arti istilah “filsafat”. Secara etimologi “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “Hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”(Nasution, 1973)[1]Sehingga menurut asal katanya: filsafat (philo-shopia) berarti “mencintai kebijaksanaan” atau “mencintai hikmah/pengetahuan.
Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya yaitu ingin dan berusaha untuk mencapai yang diinginkan. Sedangkan kebijaksanaan lebih lanjut berarti “pandai”, tahu dengan mendalam dan seluas-luasnya, baik secara teoretis sampai dengan keputusan untuk bertindak (hamersma,1981).[2]
Beberapa ahli mengartikan filsafat sebagai berikut[3]
1.      Menurut R.Beerling, filsafat adalah pemikiran-pemikiran bebas, diilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman-pengalaman.
2.      Menurut Corn. Verhoevenfilsafat meradikalkan keheranan kesegala jurusan.
3.      Menurut, Arne Naess filsafat terdiri dari pandangan-pandangan yang menyeluruh, yang diungkapkan dalam pengertian-pengertian.
4.      Menurut I. Kant, berfilsafat yang sebenarnya adalah menguji secara kritis akan kepastian sesuatu yang dianggap sudah semestinya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang bersifat menyeluruh.

Lingkup Pengertian Filsafat
Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala sesuau baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Maka untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat terlebih dahulu perlu dipahami objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut.[4]
1.      Objek Material Filsafat
objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material konkret seperti manusia, alam, benda, binatang, dan sebagainya, maupun sesuatu yang bersifat abstrak misalnya nilai, ide-ide, ideology, moral, pandangan hidup, dan lain sebagainya.
2.      Objek formal filsafat
Cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut, suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda.
Berdasarkan objek material dan formal ilmu filsafat tersebut, maka lingkup pengertian filsafat menjadi sangat luas. Berikut ini dijelaskan berbagai bidang lingkup pengertian filsafat[5].
a.       Filsafat sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional dari segala sesuatu
manusia perlu menentukan suatu kebijaksanaan yang hakiki dan rasional. Agar manusia dapat menyelesaikan secara arif bijaksana harus memiliki dasar-dasar kebijaksanaan yang lazimnya bersumber pada agama dan pandangan hidupnya.
b.      Filsafat sebagai satu sifat dan pandangan hidup
Manusia dalam menghadapi dalam segala macam problema dalam hidupnya harus diselesaikan berdasarkan sikap dan pandangan hidupnya. Artinya manusia harus memiliki prinsip-prinsip sebagai suatu sikap dan pandangan hidup agar di dalam hidupnya tidak terombang-ambing.
c.       Filsafat sebagai suatu kelompok persoalan
Manusia dalam kehidupan sehari-hari senantiasa menghadapi persoalan-persoalan yang memerlukan suatu jawaban. Namun tiidak semua persoalan manusia tidak dikatakan filsafat. Persoalan manusia yang termasuk dalam lingkup filsafat adalah bersifat fundamental, mendalam, hakiki, serta memerlukan jawaban yang mendalam hakiki sampai pada tingkat hakikatnya.
d.      Filsafat sebagai suatu kelompok teori dan sistem pemikiran
Dalam perkembangan filsafat muncul system-sistem pemikiran dan teori-teori. Filsafat sendiri mengacu kepada suatu hasil atau teori yang di hasilkan oleh para filsuf.sehingga terdapat berbagai macam wujud hasil pemikiran dan dalam berbagai bidang.
e.       Filsafat sebagai suatu proses kritis dan sistematis dari segala pengetahuan manusia.
Filsafat berupaya untuk meninjau secara kritis segala pengetahuan manusia terutama ilmu pengetahuan yang berkembang ini. Secara praktis dalam proses penelitian ilmiah dalam metode, objek penelitian serta segala instrument penelitian haruslah memiliki kesesuaian. Maka semua system pengaetahuan dan ilmu pengetahuan manusia tersebut senantiasa ditinjau secara kritis oleh filsaafat.
f.       Filsafat sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang komprehensif.
Menurut para ahli filsafat spekulatif tujuan filsafat adalah berupaya menyatu paduan hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keagamaan, etika, serta ilmu pengetahuan yang dilakukan secara menyeluruh. Upaya ini diharapkan untuk mendapatkan kesimpulan pemahaman secara umum tentang manusia, masyarakat, alam, dan hubungannya dengan manusia dan makhluk hidup lainnya seta pandangan-pandangan yang menjangkau ke arah masa depan. Para filsuf yang berupaya untuk mendapatkan pandangan yang bersifat komprehensif antara lain, John Dewey, Hegel, A.N. Whitehead. Aristoteles, Plato, Berson dan lain sebagainya.

Filsafat Pancasila
Filsafat pancasila adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia yang di anggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.[6]
Bentuk filsafat Pancasila digolongkan menjadi[7]:
1.      Falsafah Pancasila bersifat religius, ini berarti bahwa filsafat pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari tuhan yang maha esa dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikir.
2.      Falsafah pancasila dalam arti praktis, ini berarti bahwa filsafat pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekadar untuk memenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari, agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun akhirat.
Fungsi pokok filsafat Pancasila:        
1.      Falsafah pancasila sebagai pandangan hidup[8]
Falsafat pancasila sebagai pandangan hidup adalah filsafat yang digunakan sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian ini falsafah pancasila adalah falsafah untuk di amalkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam segala bidang kehidupan dan penghidupannya. Falsafah pancasila yang berasal dari kepribadian bangsa Indonesia sama halnya dengan falsafah pancasila sebagai pandangan hidup, karena merupakan cirri-ciri khas dari bangsa Indonesia. Falsafah pancasila merupakan hakikat pencerminan budaya bangsa Indonesia, yaitu hakikat pencerminan dari peradaban, keadaban kebudayaan, cermin keluhuran budi dan kepribadian yang berasal dari sejarah sejarah pertumbuhan dan perkembangan sendiri. Pencerminan kehidupan yang dialami bangsa Indonesia yang bersuku-suku dan mempunyai tradisi yang berbeda-beda. Semua dari perbedaan itu terdapat persamaan yaitu budi dan kepribadian.
2.      Falsafat pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia[9]
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK (Badan Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan)  pada tanggal 1 Juni 1945 menjadikan dasar bagi Negara Indonesia merdeka. Landasan atau dasar itu haruslah kuat dan kokoh agar Indonesia tetap berdiri tegak sentosa selama-lamanya. Landasan itu harus pula tahan uji terhadap serangan-serangan baik secara internal maupun eksternal. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka. Di atas dasar itulah didirikan Negara Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik ini yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Oleh Karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar Negara, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum)
3.      Falsafat pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia[10]
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksud dengan kepribadian Indonesia ialah: keseluruhan cirri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis petumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda, dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu  masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.

Relevansi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Berbangsa
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bangsa yang merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa Indonesia mempunyai lima sila yang menjadi pedoman hidup. Sila-sila yang dicetuskan oleh pendiri bangsa atas dasar tujuan yang sama. Terdapat butir-butir pancasila yang masih digunakan sampai saat ini :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa[11].
Pancasila sebagai dasar filsafah Negara Indonesia, merupakan sumber nilai bagi segala penyelenggaraan Negara baik yang bersifat kejasmanian maupun kerohanian. Hal ini berarti bahwa dalam segala aspek penyelenggaraan Negara baik yang materi maupun yang spiritual harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila pancasila secara bulat dan utuh.
Dalam kaitannya dengan sila ketuhanan yang maha esa mempunyai makna bahwa segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Bilamana dirinci masalah-masalah yang menyangkut penyelenggaraan Negara antara lain meliputi penyelenggaraan Negara yang bersifat material maupun yang bersifat spiritual. Yang bersifat material diantaranya berbentuk Negara, tujuan Negara, tertib hukum, system Negara; adapun yang bersifat spiritual misalnya moral Negara, moral para penyelenggara Negara, dan lain sebagainya.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna, bahwa Negara dengan segala aspek pelaksanaannya harus sesuai dengan hakikat Tuhan dalam arti kesesuaian Negara dengan nilai-nilai yang datang dari Tuhan sebagai kausa prima. Negara memiliki hubungan yang langsung dengan manusia sebagai pendukung pokoknya; adapun manusia mempunyai hubungan yang langsung dengan Tuhan (sebagai kausa prima). Jadi dapat disimpulkan bahwa Negara mempunyai hubungan sebab akibat yang tidak langsung dengan Tuhan lewat manusia.

2.      Kemanusiaan yang Adil dan Beradab[12].
Perkataan “kemanusiaan” dalam sila kedua ini, berarti: sifat-sifat manusia yang menunjukkan cirri-ciri khas atau identitasnya manusia itu sendiri. Maka “kemanusiaan Indonesia”, seperti yang dimaksud sila kedua secara keseluruhan mempunyai arti: bahwa sifat manusia adalah memperlakukan manusia lain secara adil, tidak sewenang-wenang, perlakuan hanya bisa dilaksanakan karena telah mencapai peradaban yang telah tinggi nilainya. Itulah sebabnya mengapa sila kemanusiaan yang adil dan beradab mewajibkan kepada manusia untuk senantiasa menjunjung tinggi norma-norma hukum dan moral hingga memperlakukan sesama manusia, bahkan makhluk-makhluk hewani secara adil dan beradab.



3.    Persatuan Indonesia.
Pengertian persatuan Indonesia terutama dalam proses mencapai Indonesia merdeka, sebagai faktor kunci, sumber semangat dan sumber motivasi, sampai tercapainya Indonesia merdeka[13].
Dengan demikian dapat diartikan bahwa sila ini tidak menghendaki perpecahan baik sebagai bangsa, maupun sebagai Negara. Karena itu, walaupun bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku dan keturunan berdiam diatas suatu wilayah luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau, tetapi karena sifat kesatuan ini maka tidak dapat dibagi-bagi, jadi utuh, satu dan tidak terpecah-pecah untuk menyeluruh[14].

4.      Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan[15]
Sila kerakyatan ini merupakan ciri penting daripada asa kekeluargaan, karena pancasila sendiri tidaklah lahir dari sumber asing, tetapi digali dari kepribadian Indonesia,  yaitu kekeluargaan yang harmonis, dimana terdapat adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan atau masyarakat. Sila keempai ini menjadi asas atau prinsip daripada demokrasi pancasila, yang digambarkan sebagai suatu paham demokrasi yang bersumber atau berasal pandangan bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri.

5.        Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia[16]
Keadilan sosial beratri bahwa keadilan tersebut berlaku disegala bidang kehidupan masyarakat, baik mareriil maupun spiritual. Maksudnya, bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan adil, baik dibidang hukum, politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan bidang-bidang lain. Adapun perwujudan dan pelaksanaan keadilan sosial tidak bias dilepaskan dari tujuan dan cara-cara mencapai tujuan tersebut. Salah satu jalan yang dipandang paling ampuh dalam pelaksanaan sila kelima  ini ialah, jalan melalui  asas kekeluargaan yang selaras (harmonis) sebab kekeluargaan merupakan suatu asas yang digali dari sifat-sifat kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Maka untuk mencapai keadilan sosial ini, kita harus menempuh cara-cara kekeluargaan dibidang materiil (kebendaan) maupun di bidang sepirituil (kerohanian).

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post